J.C. Van Leur, Sejarawan Hinda Belanda

Seorang pelopor penulisan historiografi Indonesia modern salah satunya adalah J.C van Leur. Jika awalnya tokoh Belanda sebagai pahlawan sementara orang pribumi sebagai penjahat, maka tokoh ini, dengan adanya Indonesianisasi maka kedudukannya terbalik dimana orang Indonesia sebagai pahlawan dan orang Belanda sebagai penjahat tetapi alur ceritanya tetap sama dengan penulisan sejarah yang mengungkapkan kehidupan bangsa dan rakyat Indonesia dalam segala aktivitasnya, baik politik, ekonomi, sosial, maupun budaya dari sudut pandang bangsa Indonesia.

Pemikiran Van Leur juga banyak dipengaruhi oleh sosiolog Jerman, Max Weber, sehingga karya-karyanya cenderung menggunakan pendekatan sosiologis. Hal menarik yang ingin disampaikan Van Leur dalam tulisannya, (Abad Ke-18 Sebagai Kategori Dalam Penulisan Sejarah Indonesia) bahwa penulisan sejarah Indonesia harus berdasarkan perspektif bangsa Indonesia dengan menggunakan sumber-sumber tradisional (hikayat, babad, puisi, cerita rakyat, legenda dan mitos-mitos). Selain itu, J.C Van Leur menekankan adanya penelitian lapangan dalam penulisan sejarah. Keberadaan ataupun peranan penduduk pribumi juga harus dihadirkan dalam menuliskan sejarah Indonesia, tidak hanya sekedar objek penulisan.

Periode yang menjadi objek kajian utama sejarawan kolonial adalah periode kolonial, dimulai sejak kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia. Ada beberapa ciri-ciri dari historiografi kolonial Belanda, yakni. Pertama, umumnya karya yang dihasilkan oleh sejarawan kolonial ditulis di negeri Belanda dan penulisnya tidak pernah berkunjung ke Indonesia atau dalam istilah Van Leur, sejarah yang ditulis dari atas geladak kapal atau gudang-gudang loji. Kalaupun ditulis di Indonesia, data-datanya hanya berdasarkan informasi dari pejabat-pejabat pribumi dan pejabat kolonial. Kedua, lebih menonjolkan peran orang-orang Belanda di Indonesia. Kebanyakan membahas pemerintahan kolonial dan pejabat-pejabatnya, terutama aktivitas pemerintah kolonial dalam bidang politik, ekonomi, dan institusional. Ketiga, Menggunakan perspektif eropasentris, aktivitas penduduk pribumi tidak mendapat perhatian. Dengan kata lain, bangsa pribumi hanya diletakan sebagai objek. Keempat, penggunaan sumber-sumber pribumi seperti syair, hikayat dan babad cenderung diabaikan. Sumber-sumber pribumi dianggap memiliki kualitas rendah dan tidak rasional.

Salah satu karya J.C. Van Leur

Menurut Van Leur karya-karya pada abad 18 banyak menjelaskan tentang perdagangan, peperangan, kerajaan, dan kota-kota yang ada di dengan tanpa melihat kondisi bangsa Indonesia secara langsung. Ilmuwan ini memandang negara-negara Timur dari perspektif Barat. Hal inilah yang coba dibantahnya, bahwa ternyata apa yang digambarkan dalam karya-karya pada masa Kolonial tidak sesuai dengan kenyataan saat itu.

Misalnya, karya Dr. Godee Molsbergen yang mengemukakan bahwa sejarah VOC dalam abad kedelapan belas merupakan refleksi dari sejarah Belanda yang ketika itu muncul sebagai suatu kekuatan yang menentukan Eropa. J.C Van Leur menyanggah pendapat ini dengan mengatakan bahwa abad kedelapan belas tidak berbeda dengan abad ketujuh belas dimana VOC bukan kekuatan yang menentukan perkembangan sejarah di Asia, tetapi kekuatan Asia yang terletak pada kerajaan-kerajaannya.

Selain itu, VOC harus mengikuti pola-pola perdagangan tradisional yang berlaku di daerah koloninya. Kekuatan VOC justru terletak pada kemampuannya memanfaatkan situasi politik pada kerajaan-kerajaan lokal. Biasanya VOC berperan sebagai juru damai atau memihak pada salah satu pihak dalam konflik antar kerajaan atau dalam sebuah kerajaan. Atas bantuannya tersebut, VOC biasanya diberikan hadiah berupa hak penguasaan atas wilayah tertentu. Jadi, kekuatan armada VOC pada abad 18 sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kekuatan kerajaan-kerajaan lokal, bahkan terkadang justru kerajaan lokal memiliki pasukan yang jauh lebih kuat daripada armada VOC itu sendiri. Olehnya itu, Van Leur menyatakan bahwa sejarah Hindia Belanda (Indonesia) tidak boleh disamakan dengan sejarah Kompeni (Kolonial) abad ke-17. Meskipun demikian, Van Leur memuji karya Raffles “History of Java” yang berhasil menjelaskan kebudayaan Jawa dengan baik dan tak ada taranya.

Penulisan sejarah Indonesia menjadi menarik dengan kehadiran karya Van Leur dengan mengemukakan sebuah perspektif baru dalam menulis sejarah Indonesia, perspektif orang Indonesia atau dalam sebutan beliau, menghadirkan orang Indonesia dalam penulisan sejarahnya. Perspektif inilah yang menjadi dasar kehadiran historiografi Indonesiasentris. Konstribusi penting Van Leur membuka wacana baru dalam penulisan sejarah, karena yang terpenting dalam historiografi yakni menghadirkan data-data baru yang bersifat lokal. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya menulis sejarah yang lebih berimbang lagi dan benar-benar komprehensif. Inilah pelajaran penting dari karya Van Leur ini, yakni meletakkan arah baru (perspektif) penulisan sejarah Indonesia. Artinya tulisan yang tidak hanya berdasarkan pandangan kaum kolonial saja, tetapi menghadirkan pandangan orang Indonesia atas sejarahnya sendiri dengan menjadikan sumber-sumber lokal (historiografi tradisional) sebagai sumber sejarah dalam penulisan sejarah.

|| Pertanyaan
” Apakah Karya Van Leur bisa disebut Historiografi Tradisional dengan memakai sumber tradisional dan berlawanan dengan kolonial ? “

|| Sumber :
Didik Pradjoko. Modul I Sejarah Indonesia: Hibah Modul Pengajaran: Content Development Tema B1. Depok: Universitas Indonesia, 2008.
http://miliknyadinda.blogspot.com/2013/06/historiografi-modern-van-leur-dan.html
http://sejarawan/dan/karyanya_luaydpk.htm
RZ. Leirissa, “Dr. J.C. Van Leur dan Sejarah Ekonomi: Suatu Tinjauan Historiografi”, dalam Taufik Abdullah, eds., Sejarah Indonesia: Penilaian Kembali Karya Utama Sejarawan Asing, PPKB-LP UI, Depok, 1997, hlm. 191.

Tinggalkan komentar